ARTIKEL
DEDUKTIF
CARA
MENGATASI KENAKALAN REMAJA
Menyingkapi
fenomena kenakalan remaja, Dinas Pendidikan Provinsi Kepri sedang mengodok
konsep pelajaran budi pekerti atau yang nantinya akan dikenal gurindam 12 untuk
menekan angka kenakalan remaja. Menurut Wakil Gubernur Kepulauan Riau, HM Sani,
kemarin, kesalahan tidak hanya terletak pada sekolah, tetapi juga peran dari
orangtua dan masyarakat. ”Untuk mengurangi dampak kenakalan remaja yang saat
ini sering terjadi, diperlukan pelajaran gurindam dua belas atau budi pekerti.
Sehingga generasi muda menjadi lebih baik, sesuai dengan visi dan misi
Kepulauan Riau cerdas dan berakhlak mulia,” ungkapnya. Diakui Sani, untuk
mewujudkan misi pemerintah membutuhkan proses, khususnya dikalangan pelajar.
Sehingga pendidikan budi pekerti di sekolah harus kembali dihadirkan. Sehingga
pelajar-pelajar mendapatkan pendidikan budi pekerti untuk menekan angka
fenomena kenakalan pelajar yang terjadi di Indonesia, khususnya di Kepulauan
Riau.
Sementara
itu, Arifin Nasir, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau menuturkan,
pihaknya bersama kepada bidang pendidikan di Kabupaten dan Kota sedang
menggodok pelajaran budi pekerti. ”Ajaran budi pekerti ini akan kita masukan ke
dalam kurikulum ajaran baru 2009/2010. Karena saat ini kami sedang membahas
konsepnya dan akan mengundang pakar budi pekerti untuk memberikan masukan
mengenai konsep kurikulum ajaran budi pekerti untuk di sekolah,” urai Arifin.
Disinggung mengenai kasus-kasus kenakalan pelajar, termasuk kasus pencurian yang
dilakukan pelajar. Arifin menuturkan, Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota telah
melakukan beberapa pertemuan dengan kepala sekolah agar meninjau kembali tata
tertib (tatib) sekolah.
”Kita harus
melihat bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan siswa. Dimana sekolah harus
mengedepankan pendidikan terhadap siswa. Galang kerjasama dengan komite sekolah
maupun orangtua murid untuk mencari jalan keluar bersama terhadap murid-murid
yang melakukan penyimpangan,” ungkapnya. Ditegaskan Arifin, peran orangtua
sangat diperlukan, karena terkadang tindakan kejahatan yang dilakukan pelajar
terkadang diluar jam sekolah. Sedangkan bila pelajar di sekolah menjadi tugas
guru untuk mendidik. ”Di sekolah guru bisa mengetahui tindakan penyimpangan
yang dilakukan pelajar, seperti berbolos, tawuran. Ada baiknya, pihak sekolah
memberitahukan orangtua atau wali murid mengenai prilaku anaknya di sekolah.
Sehingga sama-sama saling memperhatikan pendidikan anak baik di sekolah maupun
diluar sekolah,” tandasnya.Sebagian besar orangtua di jaman sekarang sangat
sibuk mencari nafkah. Mereka sudah tidak mempunyai banyak kesempatan untuk
dapat mengikuti terus kemana pun anak-anaknya pergi. Padahal, kenakalan remaja
banyak bersumber dari pergaulan. Oleh karena itu, orangtua hendaknya dapat memberikan
inti pendidikan kepada para remaja. Inti pendidikan adalah sebuah pedoman dasar
pergaulan yang singkat, padat, dan mudah diingat serta mudah dilaksanakan.
Pedoman ini telah diberikan oleh Sang Buddha dalam Kitab Suci Tipitaka,
Anguttara Nikaya I, 51. Dengan memberikan inti pendidikan ini, kemana saja anak
pergi ia akan selalu ingat pesan orangtua dan dapat menjaga dirinya sendiri.
Anak menjadi mandiri dan dapat dipercaya, karena dirinya sendirinyalah yang
akan mengendalikan dirinya sendiri. Selama seseorang masih memerlukan pihak
lain untuk mengendalikan dirinya sendiri, selama itu pula ia akan berpotensi
melanggar peraturan bila si pengendali tidak berada di dekatnya.
Inti pendidikan ini terdiri dari dua hal
yaitu :
• HIRI = MALU BERBUAT JAHAT
Benteng penjaga pertama agar remaja tidak salah langkah dalam hidup ini adalah menumbuhkan hiri atau rasa malu melakukan perbuatan yang tidak benar atau jahat. Dalam memberikan pendidikan, orangtua hendaknya dengan tegas dapat menunjukkan kepada anak perbedaan dan akibat dari perbuatan baik dan tidak baik atau perbuatan benar dan tidak benar. Kejelasan orangtua menerangkan hal ini akan dapat menghilangkan keraguan anak dalam mengambil keputusan. Keputusan untuk memilih kebaikan dan meninggalkan kejahatan. Penjelasan akan hal ini sebaiknya diberikan sejak dini. Semakin awal semakin baik. Berikanlah pengertian dan teladan tentang latihan kemoralan. Berikanlah kesempatan anak agar dapat meniru perilaku kebajikan orangtuanya. Ajarkan dan didiklah mereka untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Gunakanlah acara-acara di televisi sebagai alat pengajaran. Tunjukkan kepada mereka bahwa kejahatan tidak akan pernah menang. Kejahatan akan musnah pada akhirnya. Sebaliknya, walaupun kebaikan kadang menderita di awalnya akhirnya akan memperoleh kebahagiaan juga.
• HIRI = MALU BERBUAT JAHAT
Benteng penjaga pertama agar remaja tidak salah langkah dalam hidup ini adalah menumbuhkan hiri atau rasa malu melakukan perbuatan yang tidak benar atau jahat. Dalam memberikan pendidikan, orangtua hendaknya dengan tegas dapat menunjukkan kepada anak perbedaan dan akibat dari perbuatan baik dan tidak baik atau perbuatan benar dan tidak benar. Kejelasan orangtua menerangkan hal ini akan dapat menghilangkan keraguan anak dalam mengambil keputusan. Keputusan untuk memilih kebaikan dan meninggalkan kejahatan. Penjelasan akan hal ini sebaiknya diberikan sejak dini. Semakin awal semakin baik. Berikanlah pengertian dan teladan tentang latihan kemoralan. Berikanlah kesempatan anak agar dapat meniru perilaku kebajikan orangtuanya. Ajarkan dan didiklah mereka untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Gunakanlah acara-acara di televisi sebagai alat pengajaran. Tunjukkan kepada mereka bahwa kejahatan tidak akan pernah menang. Kejahatan akan musnah pada akhirnya. Sebaliknya, walaupun kebaikan kadang menderita di awalnya akhirnya akan memperoleh kebahagiaan juga.
Apabila anak
sudah dapat dengan jelas membedakan kebaikan dan keburukan, tahap berikutnya
adalah menumbuhkan rasa malu untuk melakukan kejahatan. Kondisikanlah pikiran
anak punya rasa malu, merasa tidak pantas melakukan pelanggaran peraturan
kemoralan baik yang diberikan oleh Sang Buddha maupun oleh masyarakat
lingkungan. Mengkondisikan munculnya rasa malu dapat menggunakan cara seperti
ketika orangtua mengenalkan pakaian kepada anak-anaknya. Orangtua selalu
berusaha memberikan pakaian yang layak untuk anak-anaknya. Namun, apabila suatu
saat anak mengenakan pakaian dengan tidak pantas atau mungkin tersingkap
sedikit, orangtua segera membenahinya dan mengatakan, menegaskan bahwa hal itu
memalukan. Sikap itu masih berkenaan dengan masalah pakaian fisik. Pakaian
batin pun juga demikian. Orangtua bila mengetahui bahwa anaknya melakukan suatu
perbuatan yang tidak pantas maka katakan segera bahwa hal itu memalukan. Kemudian
berikanlah saran agar dia tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Bila perbuatan
itu masih diulang, berilah sanksi. Berilah hukuman yang mendidik bila perbuatan
itu tetap diulang. Usahakan dengan berbagai cara agar anak tidak lagi mengulang
perbuatan yang tidak baik itu.
• OTTAPPA =
TAKUT AKIBAT PERBUATAN JAHAT
Apabila anak bertambah besar, orangtua selain menunjukkan bahwa suatu perbuatan tertentu tidak pantas, memalukan untuk dilakukan oleh anaknya, maka orangtua dapat meningkatkannya dengan memberikan uraian tentang akibat perbuatan buruk yang dilakukan anaknya. Akibat buruk terutama adalah yang diterima oleh si anak sendiri, kemudian terangkan pula dampak negatif yang akan diterima pula oleh orangtua, keluarganya serta lingkungannya. Orangtua dapat memberikan perumpamaan bahwa bila diri sendiri tidak ingin dicubit, maka janganlah mencubit orang lain. Artinya, apabila kita tidak senang terhadap suatu perbuatan tertentu, sebenarnya hampir semua orang pun bahkan semua mahluk cenderung tidak suka pula dengan hal itu. Rata-rata semua mahluk, dalam hal ini, manusia memiliki perasaan serupa. Penjelasan seperti ini akan membangkitkan kesadaran anak bahwa perbuatan buruk yang tidak ingin dialaminya akan menimbulkan perasaan yang sama bagi orang lain. Dan apalagi bila telah tiba waktunya nanti, kamma buruk berbuah, penderitaan akan mengikuti si pelaku kejahatan.
Apabila anak bertambah besar, orangtua selain menunjukkan bahwa suatu perbuatan tertentu tidak pantas, memalukan untuk dilakukan oleh anaknya, maka orangtua dapat meningkatkannya dengan memberikan uraian tentang akibat perbuatan buruk yang dilakukan anaknya. Akibat buruk terutama adalah yang diterima oleh si anak sendiri, kemudian terangkan pula dampak negatif yang akan diterima pula oleh orangtua, keluarganya serta lingkungannya. Orangtua dapat memberikan perumpamaan bahwa bila diri sendiri tidak ingin dicubit, maka janganlah mencubit orang lain. Artinya, apabila kita tidak senang terhadap suatu perbuatan tertentu, sebenarnya hampir semua orang pun bahkan semua mahluk cenderung tidak suka pula dengan hal itu. Rata-rata semua mahluk, dalam hal ini, manusia memiliki perasaan serupa. Penjelasan seperti ini akan membangkitkan kesadaran anak bahwa perbuatan buruk yang tidak ingin dialaminya akan menimbulkan perasaan yang sama bagi orang lain. Dan apalagi bila telah tiba waktunya nanti, kamma buruk berbuah, penderitaan akan mengikuti si pelaku kejahatan.
Menumbuh
kembangkan perasaan malu dan takut melakukan perbuatan yang tidak baik ataupun
berbagai bentuk kejahatan inilah yang akan menjadi ‘pengawas setia’ dalam diri
setiap orang, khususnya para remaja. Selama dua puluh empat jam sehari,
‘pengawas’ ini akan melaksanakan tugasnya. Kemanapun anak pergi, ia akan selalu
dapat mengingat dan melaksanakan kedua hal sederhana ini. Ia akan selalu dapat
menempatkan dirinya sendiri dalam lingkungan apapun juga sehingga akan mampu
membahagiakan dirinya sendiri, orangtua dan juga lingkungannya. Orangtua sudah
tidak akan merasa kuatir lagi menghadapi anak-anaknya yang beranjak remaja.
Orangtua tidak akan ragu lagi menyongsong era globalisasi. Orangtua merasa
mantap dengan persiapan mental yang telah diberikan kepada anak-anaknya. Oleh
karena itu, pendidikan anak di masa kecil yang sedemikian rumit tampaknya, akan
dapat dinikmati hasilnya di hari tua.
Sesungguhnya
memang diri sendiri itulah pelindung bagi diri sendiri. Suka dan duka yang kita
alami adalah hasil perbuatan kita sendiri. Sebab, oleh diri sendiri kejahatan
dilakukan; oleh diri sendiri pula kejahatan dapat dihindarkan. Oleh karena itu,
dengan memberikan pengertian yang baik tentang inti pendidikan tersebut kepada
anak-anak, diharapkan anak akan dapat membawa diri dan menjaga dirinya sendiri
agar dapat tercapai kebahagiaan. Kebahagiaan bagi dirinya sendiri. Kebahagiaan
bagi orangtuanya. Kebahagiaan bagi lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar