Minggu, 04 November 2012

ETIKA MENULIS BLOG DI PUBLIK


ETIKA MENULIS BLOG DI PUBLIK
Blog merupakan sebuah catatan online yang dapat di lihat, dibaca , dan dikomentari oleh pengguna internet lainnya seperti halnya dairy atau tempat curhat untuk melepaskan ide, keluhan, informasi yang bermanfaat, catatan pribadi, cerpen dan banyak lainnya.

            Munculnya berbagai komunitas blog pun membuat kekuatan blogger dalam menyuarakan pesan mereka secara online tak diragukan lagi. Bahkan blog yang dimanfaatkan sebagai media publikasi tulisan-tulisan yang sifatnya akademik maupun ilmiah, telah banyak dijadikan rujukan bagi berbagai penelitian.

            Layaknya sebuah tulisan yang bisa diakses dan dibaca oleh semua pengguna internet, tentunya dalam menulis blog diperlukan juga aturan-aturan yang menyangkut etika dalam berkomunikasi online.

            Beberapa tahun belakangan ini, untuk meningkatkan kualitas blog dan tulisan para blogger itu sendiri, ada beberapa aturan baik tertulis maupun tak tertulis. Yang tertulis, tentunya berkaitan dengan implikasi hukum dari sebuah tulisan yang dipublikasi melalui blog.

            Sejumlah aturan hukum menjadi 'alat pemaksa' bagi para pengguna internet agar lebih berhati-hati dalam menulis di blog mereka. Di Indonesia ada Undang-Undang ITE, Undang-Undang Pers, dan KUHP yang bisa menjerat penulis blog yang dianggap melanggar hukum. Selain itu Undang-Undang di bidang HAKI pun juga berfungsi untuk melindungi hak kekayaan intelektual blogger atau pengguna internet pada umumnya.

            Sedangkan aturan yang tidak tertulis bagi blogger saat ini dikenal dengan istilah 'Blogging Ethics' atau 'Etika Menulis Blog'. Bicara soal etika ini tingkatannya tentu saja sangat tinggi, karena etika selalu berdampingan dengan norma. Hal yang dirasakan ‘baik’ atau ‘tidak baik’ oleh manusia dan belum terumuskan dalam hukum formal Negara, sebagian merupakan ranah etika di samping ranah agama.  Itu sebabnya, sampai saat ini pun sebenarnya, 'Blogging Ethics' masih menjadi sesuatu yang kontroversial, dalam arti belum disepakati secara jelas, batas-batas apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang blogger.

Bicara soal Etika, dalam kata itu terkandung 3 pengertian :
Nilai-nilai/Norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku.Kumpulan asas atau nilai moral, misalnya kode etik. Ilmu tentang ‘baik’ atau ‘buruk’.

Secara Etimologi, Etika berasal dari bahasa Yunani : ETHOS yang artinya WATAK. Sedangkan MORAL berasal dari kata MOS (bentuk tunggal) atau MORES (jamak) yang artinya KEBIASAAN.

Menurut Prof. DR. Nina W. Syam, M.S, etika sebagai ilmu sendiri sebenarnya menyelidiki tentang tingkah laku moral yang dapat didekati melalui 3 cara, yaitu :

1. Etika Deskriptif
Cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas. Ia bersifat netral dan hanya memaparkan moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan, atau subkultur tertentu.

2. Etika Normatif
Mendasarkan pada norma, mempersoalkan apakah norma bisa diterima seseorang/masyarakat secara kritis, menyangkut apakah sesuatu itu benar/tidak. Terbagi 2, yaitu Umum dan Khusus.
Umum: menekankan pada tema-tema umum seperti mengapa norma mengikat? Bagaimana hubungannya antara tanggung jawab dan kebebasan? Dll.
Khusus: upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke dalam perilaku manusia.

3. Metaetika
Menganalisis logika perbuatan dalam kaitannya dengan 'baik' atau 'buruk'.

            Jika teori etika di atas dikaitkan dengan kehidupan nyata dalam masyarakat, tentunya akan menyangkut beberapa hal seperti :
 Perkembangan hidup masyarakat yang dihadapkan pada banyak pandangan moral yang bermacam-macam. Modernisasi yang melanda segala bidang kehidupan masyarakat yang berakibat pada perubahan cara pikir. Kemampuan menghadapi ideologi-ideologi asing yang mempengaruhi

            Karena luasnya cakupan Etika sebagai ilmu itulah, hingga saat ini, boleh dibilang, antar blogger pun belum ada kesepakatan yang pasti mengenai Blogging Ethics itu sendiri, selain hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan yang dianggap baik dan buruk, benar dan salah.

Di bawah ini, hal-hal penting yang tidak tertulis dapat disetujui oleh para blogger untuk melindungi diri mereka sendiri dan agar terhindar dari masalah yang tidak perlu.

1. Mencantumkan Sumber
Seringkali kita mendapatkan informasi dari berbagai media online lain pada saat ingin menulis di blog. Secara hukum, mengutip beberapa kata memang tidak akan melanggar hukum, dan dalam UU HAKI masih termasuk kategori yang disebut 'Fair Use'.  Akan tetapi, secara etika dan moral, jika ingin mengutip, cantumkan sumber yang kita kutip, misalnya : nama penulis, dan alamat web atau blog di mana kita mengutipnya, jika memungkinkan gunakan 'link back'.

2. Meminta Izin
Meski mengutip beberapa kata atau kalimat masih masuk dalam kategori 'Fair Use' sesuai dengan UU HAKI, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemilik aslinya akan berkeberatan dan menimbulkan masalah di belakang hari. Meminta ijin dari pemilik tulisan/foto/gambar akan lebih baik dan lebih beretika mengingat kita sendiri pun belum tentu akan suka jika karya kita dicopy atau dipakai orang lain tanpa ijin.

3. Bebas Tetapi Tidak Melanggar Hak Orang Lain
Jangan karena beranggapan blog ini adalah blog pribadi kita, maka kita bebas menulis dan memposting apa saja tanpa batas (tulisan, foto, gambar, lagu) dan melanggar hak orang lain. Perlu kita tanamkan dalam pikiran dan hati kita, bahwa pengunjung blog bisa siapa saja dan datang dari mana saja. Hindari hal-hal yang melanggar hak orang lain.

4. Sehubungan dengan nomor 3 di atas, apa saja kira-kira yang akan kita sepakati sebagai etika menulis blog bagi sesama blogger di Indonesia? Tuliskan di lembar kesepakatan dan sebagai tanda sepakat, silakan bubuhkan tanda tangan anda pada lembar yang tersedia.

ARTIKEL DEDUKTIF


ARTIKEL DEDUKTIF
CARA MENGATASI KENAKALAN REMAJA
Menyingkapi fenomena kenakalan remaja, Dinas Pendidikan Provinsi Kepri sedang mengodok konsep pelajaran budi pekerti atau yang nantinya akan dikenal gurindam 12 untuk menekan angka kenakalan remaja. Menurut Wakil Gubernur Kepulauan Riau, HM Sani, kemarin, kesalahan tidak hanya terletak pada sekolah, tetapi juga peran dari orangtua dan masyarakat. ”Untuk mengurangi dampak kenakalan remaja yang saat ini sering terjadi, diperlukan pelajaran gurindam dua belas atau budi pekerti. Sehingga generasi muda menjadi lebih baik, sesuai dengan visi dan misi Kepulauan Riau cerdas dan berakhlak mulia,” ungkapnya. Diakui Sani, untuk mewujudkan misi pemerintah membutuhkan proses, khususnya dikalangan pelajar. Sehingga pendidikan budi pekerti di sekolah harus kembali dihadirkan. Sehingga pelajar-pelajar mendapatkan pendidikan budi pekerti untuk menekan angka fenomena kenakalan pelajar yang terjadi di Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau.
Sementara itu, Arifin Nasir, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau menuturkan, pihaknya bersama kepada bidang pendidikan di Kabupaten dan Kota sedang menggodok pelajaran budi pekerti. ”Ajaran budi pekerti ini akan kita masukan ke dalam kurikulum ajaran baru 2009/2010. Karena saat ini kami sedang membahas konsepnya dan akan mengundang pakar budi pekerti untuk memberikan masukan mengenai konsep kurikulum ajaran budi pekerti untuk di sekolah,” urai Arifin. Disinggung mengenai kasus-kasus kenakalan pelajar, termasuk kasus pencurian yang dilakukan pelajar. Arifin menuturkan, Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota telah melakukan beberapa pertemuan dengan kepala sekolah agar meninjau kembali tata tertib (tatib) sekolah.
”Kita harus melihat bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan siswa. Dimana sekolah harus mengedepankan pendidikan terhadap siswa. Galang kerjasama dengan komite sekolah maupun orangtua murid untuk mencari jalan keluar bersama terhadap murid-murid yang melakukan penyimpangan,” ungkapnya. Ditegaskan Arifin, peran orangtua sangat diperlukan, karena terkadang tindakan kejahatan yang dilakukan pelajar terkadang diluar jam sekolah. Sedangkan bila pelajar di sekolah menjadi tugas guru untuk mendidik. ”Di sekolah guru bisa mengetahui tindakan penyimpangan yang dilakukan pelajar, seperti berbolos, tawuran. Ada baiknya, pihak sekolah memberitahukan orangtua atau wali murid mengenai prilaku anaknya di sekolah. Sehingga sama-sama saling memperhatikan pendidikan anak baik di sekolah maupun diluar sekolah,” tandasnya.Sebagian besar orangtua di jaman sekarang sangat sibuk mencari nafkah. Mereka sudah tidak mempunyai banyak kesempatan untuk dapat mengikuti terus kemana pun anak-anaknya pergi. Padahal, kenakalan remaja banyak bersumber dari pergaulan. Oleh karena itu, orangtua hendaknya dapat memberikan inti pendidikan kepada para remaja. Inti pendidikan adalah sebuah pedoman dasar pergaulan yang singkat, padat, dan mudah diingat serta mudah dilaksanakan. Pedoman ini telah diberikan oleh Sang Buddha dalam Kitab Suci Tipitaka, Anguttara Nikaya I, 51. Dengan memberikan inti pendidikan ini, kemana saja anak pergi ia akan selalu ingat pesan orangtua dan dapat menjaga dirinya sendiri. Anak menjadi mandiri dan dapat dipercaya, karena dirinya sendirinyalah yang akan mengendalikan dirinya sendiri. Selama seseorang masih memerlukan pihak lain untuk mengendalikan dirinya sendiri, selama itu pula ia akan berpotensi melanggar peraturan bila si pengendali tidak berada di dekatnya.
Inti pendidikan ini terdiri dari dua hal yaitu :
• HIRI = MALU BERBUAT JAHAT
Benteng penjaga pertama agar remaja tidak salah langkah dalam hidup ini adalah menumbuhkan hiri atau rasa malu melakukan perbuatan yang tidak benar atau jahat. Dalam memberikan pendidikan, orangtua hendaknya dengan tegas dapat menunjukkan kepada anak perbedaan dan akibat dari perbuatan baik dan tidak baik atau perbuatan benar dan tidak benar. Kejelasan orangtua menerangkan hal ini akan dapat menghilangkan keraguan anak dalam mengambil keputusan. Keputusan untuk memilih kebaikan dan meninggalkan kejahatan. Penjelasan akan hal ini sebaiknya diberikan sejak dini. Semakin awal semakin baik. Berikanlah pengertian dan teladan tentang latihan kemoralan. Berikanlah kesempatan anak agar dapat meniru perilaku kebajikan orangtuanya. Ajarkan dan didiklah mereka untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Gunakanlah acara-acara di televisi sebagai alat pengajaran. Tunjukkan kepada mereka bahwa kejahatan tidak akan pernah menang. Kejahatan akan musnah pada akhirnya. Sebaliknya, walaupun kebaikan kadang menderita di awalnya akhirnya akan memperoleh kebahagiaan juga.
Apabila anak sudah dapat dengan jelas membedakan kebaikan dan keburukan, tahap berikutnya adalah menumbuhkan rasa malu untuk melakukan kejahatan. Kondisikanlah pikiran anak punya rasa malu, merasa tidak pantas melakukan pelanggaran peraturan kemoralan baik yang diberikan oleh Sang Buddha maupun oleh masyarakat lingkungan. Mengkondisikan munculnya rasa malu dapat menggunakan cara seperti ketika orangtua mengenalkan pakaian kepada anak-anaknya. Orangtua selalu berusaha memberikan pakaian yang layak untuk anak-anaknya. Namun, apabila suatu saat anak mengenakan pakaian dengan tidak pantas atau mungkin tersingkap sedikit, orangtua segera membenahinya dan mengatakan, menegaskan bahwa hal itu memalukan. Sikap itu masih berkenaan dengan masalah pakaian fisik. Pakaian batin pun juga demikian. Orangtua bila mengetahui bahwa anaknya melakukan suatu perbuatan yang tidak pantas maka katakan segera bahwa hal itu memalukan. Kemudian berikanlah saran agar dia tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Bila perbuatan itu masih diulang, berilah sanksi. Berilah hukuman yang mendidik bila perbuatan itu tetap diulang. Usahakan dengan berbagai cara agar anak tidak lagi mengulang perbuatan yang tidak baik itu.
• OTTAPPA = TAKUT AKIBAT PERBUATAN JAHAT
Apabila anak bertambah besar, orangtua selain menunjukkan bahwa suatu perbuatan tertentu tidak pantas, memalukan untuk dilakukan oleh anaknya, maka orangtua dapat meningkatkannya dengan memberikan uraian tentang akibat perbuatan buruk yang dilakukan anaknya. Akibat buruk terutama adalah yang diterima oleh si anak sendiri, kemudian terangkan pula dampak negatif yang akan diterima pula oleh orangtua, keluarganya serta lingkungannya. Orangtua dapat memberikan perumpamaan bahwa bila diri sendiri tidak ingin dicubit, maka janganlah mencubit orang lain. Artinya, apabila kita tidak senang terhadap suatu perbuatan tertentu, sebenarnya hampir semua orang pun bahkan semua mahluk cenderung tidak suka pula dengan hal itu. Rata-rata semua mahluk, dalam hal ini, manusia memiliki perasaan serupa. Penjelasan seperti ini akan membangkitkan kesadaran anak bahwa perbuatan buruk yang tidak ingin dialaminya akan menimbulkan perasaan yang sama bagi orang lain. Dan apalagi bila telah tiba waktunya nanti, kamma buruk berbuah, penderitaan akan mengikuti si pelaku kejahatan.
Menumbuh kembangkan perasaan malu dan takut melakukan perbuatan yang tidak baik ataupun berbagai bentuk kejahatan inilah yang akan menjadi ‘pengawas setia’ dalam diri setiap orang, khususnya para remaja. Selama dua puluh empat jam sehari, ‘pengawas’ ini akan melaksanakan tugasnya. Kemanapun anak pergi, ia akan selalu dapat mengingat dan melaksanakan kedua hal sederhana ini. Ia akan selalu dapat menempatkan dirinya sendiri dalam lingkungan apapun juga sehingga akan mampu membahagiakan dirinya sendiri, orangtua dan juga lingkungannya. Orangtua sudah tidak akan merasa kuatir lagi menghadapi anak-anaknya yang beranjak remaja. Orangtua tidak akan ragu lagi menyongsong era globalisasi. Orangtua merasa mantap dengan persiapan mental yang telah diberikan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, pendidikan anak di masa kecil yang sedemikian rumit tampaknya, akan dapat dinikmati hasilnya di hari tua.
Sesungguhnya memang diri sendiri itulah pelindung bagi diri sendiri. Suka dan duka yang kita alami adalah hasil perbuatan kita sendiri. Sebab, oleh diri sendiri kejahatan dilakukan; oleh diri sendiri pula kejahatan dapat dihindarkan. Oleh karena itu, dengan memberikan pengertian yang baik tentang inti pendidikan tersebut kepada anak-anak, diharapkan anak akan dapat membawa diri dan menjaga dirinya sendiri agar dapat tercapai kebahagiaan. Kebahagiaan bagi dirinya sendiri. Kebahagiaan bagi orangtuanya. Kebahagiaan bagi lingkungannya.


Kamis, 03 Mei 2012

HUKUM DAGANG

Hukum Dagang

1.    Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Prof. Subekti S.H berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan d”dagang” bukanlah suatu pengertian hokum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil kedalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi belum ada peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
Di Nederland sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua Kitab UU itu (bertujuan mempersatukan Hukum Dagang dan Perdata dalam satu Kitab UU saja )
Pada beberapa Negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah terdapat suatu kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang terpisah dari KUHS. Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya berlaku bagi orang-orang “pedagang” saja, misalnya:
1.    Hanyalah orang pedagang yang diperbolehkan membuat surat wesel dan sebagainya.
2.    Hanyalah orang pedagang yang dapat dinyatakan pailit, akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi orang yang bukan pedagang sebagaimana juga KUHS berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang pedagang. Malahan dapat dikatakan, bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang ialah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi:
“KUHS dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”
Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD, sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS.
Menurut Prof. Subekti dengan demikian sudah diakui bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai Hukum khusus terhadap Hukum umum.
2.    Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hokum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.

3.    Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seseorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan :
1. pembantu di dalam perusahaan
pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas da bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
2. pembantu di Luar Perusahaan
adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.
Dengan demikian , hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
1. hubungan pemburuhan , sesuai pasal 1601 a KUH Perdata;
2. hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata;
3. hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata.

Pengusaha Dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

4.    KEWAJIBAN PENGUSAHA

1. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya

2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan

3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan

4. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan

5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi

6. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih

7. Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek

5.    Bentuk-bentuk Badan Usaha

    Firma
    Koperasi
    BUMN
    Perjan
    Perum
    Persero
    BUMS

6.    Perseroan Terbatas

PERSEROAN TERBATAS adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham – Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Sebagai Badan Hukum, Perseroan Terbatas dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan.
Untuk menjadi Badan Hukum, Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana yang diatur dalam UUPT, yaitu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tata cara tersebut antara lain pengajuan dan pemeriksaan nama PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran Dasar, dan pengesahan Anggaran Dasar oleh Menteri.
Sebagai persekutuan modal, kekayaan PT terdiri dari modal yang seluruhnya terbagi dalam bentuk saham. Para pendiri PT berkewajiban untuk mengambil bagian modal itu dalam bentuk saham – dan mereka mendapat bukti surat saham sebagai bentuk penyertaan modal. Tanggung jawab para pemegang saham terbatas hanya pada modal atau saham yang dimasukkanya ke dalam perseroan (limited liability). Segala hutang perseroan tidak dapat ditimpakkan kepada harta kekayaan pribadi para pemegang saham, melainkan hanya sebatas modal saham para pemegang saham itu yang disetorkan kepada perseroan.
Pendirian PT dilakukan berdasarkan perjanjian. Sebagai sebuah perjanjian, pendirian PT harus dilakukan oleh lebih dari satu orang yang saling berjanji untuk mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukan modalnya ke dalam perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris dalam bahasa Indonesia – notaris yang dimaksud adalah notaris yang wilayah kerjanya sesuai dengan domisili perseroan. Agar sah menjadi Badan Hukum, akta notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI.
Modal Perseroan Terbatas
Modal Perseroan Terbatas terdiri dari Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan Modal Disetor.
Modal Dasar merupakan keseluruhan nilai perusahaan, yaitu seberapa besar perseroan tersebut dapat dinilai berdasarkan permodalannya. Modal Dasar bukan merupakan modal riil perusahaan karena belum sepenuhnya modal tersebut disetorkan – hanya dalam batas tertentu untuk menentukan nilai total perusahaan. Penilaian ini sangat berguna terutama pada saat menentukan kelas perusahaan.
Modal Ditempatkan adalah kesanggupan para pemegang saham untuk menanamkan modalnya ke dalam perseroan. Modal Ditempatkan juga bukan merupakan modal riil karena belum sepenuhnya disetorkan kedalam perseroan, tapi hanya menunjukkan besarnya modal saham yang sanggup dimasukkan pemegang saham ke dalam perseroan.
Modal Disetor adalah Modal PT yang dianggap riil, yaitu modal saham yang telah benar-benar disetorkan kedalam perseroan. Dalam hal ini, pemegang saham telah benar-benar menyetorkan modalnya kedalam perusahaan. Menurut UUPT, Modal Ditempatkan harus telah disetor penuh oleh para pemegang saham.
Organ Perseroan Terbatas
Organ PT berarti organisasi yang menyelenggaran suatu Perseroan Terbatas, yaitu yang terdiri dari Rapat Umum pemegang Saham (RUPS), Direksi danDewan Komisaris. Masing-masing organ tersebut memiliki fungsi dan perannya sendiri-sendiri.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ perseroan yang memiliki kedudukan tertinggi dalam menentukan arah dan tujuan perseroan. RUPS memiliki kekuasaan tertinggi dan wewenang yang tidak di serahkan kepada Direksi maupun Dewan Komisaris. Wewenang tersebut meliputi penetapan dan perubahan Anggaran Dasar perseroan, penetapan dan pengurangan modal, pemeriksaan dan persetujuan serta pengesahan laporan tahunan, penetapan penggunaan laba, pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Dewan Komisaris, penetapan mengenai penggabungan dan peleburan serta pengambilalihan perseroan, serta penetapan pembubaran perseroan.
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertugas menjalankan pengurusan harian perseroan, dan dalam menjalankan pengurusan tersebut Direksi memiliki kewenangan untuk bertindak atas nama perseroan. Dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi biasanya dibantu oleh Manajemen.
Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai Anggaran Dasar perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Dalam menjalankan kewenangannya tersebut, Dewan Komisaris berwenang memeriksa pembukuan perseroan serta mencocokkannya dengan keadaan keuangan perseroan. Sesuai kewenangannya tersebut, Dewan Komisaris juga berhak memberhentikan Direksi jika melakukan tindakan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7.    Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang berlandaskan asas-asas kekeluargaan.prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah
Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela Pengelolaan yang demokratis, Partisipasi anggota dalam ekonomi, Kebebasan dan otonomi,
Pengembangan pendidikan, pelatihan, dan informasi. Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah:
    Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
    Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
    Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
    Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal Kemandirian
    Pendidikan perkoperasian
    Kerjasama antar koperasi


8.    Yayasan

Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004 menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.

9.    Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha MIlik Negara (atau BUMN) ialah badan usaha yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan Persero. Dengan mengelola berbagai produksi BUMN,pemerintah mempunyai tujuan untuk mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa publik oleh perusahaan swasta yang kuat.Karena,apabila terjadi monopoli pasar atas barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak,maka dapat dipastikan bahwa rakyat kecil yang akan menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga yang cenderung meningkat.
Manfaat BUMN:
Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.
Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat.
Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.

sumber :
Aspek Hukum Dalam Bisnis Diktat Gunadarma
http://fahru-creatblog.blogspot.com/2011/04/berlakunya-hukum-dagang.html
http://vegadadu.blogspot.com/2011/05/hubungan-pengusaha-dan-pembantu.html
http://www.semarang.go.id/cms/pemerintahan/dinas
http://vanezintania.wordpress.com/2011/04/04/pengusaha-dan-kewajibannya/
http://randahakim.blogspot.com/2012/03/bentuk-badan-usaha.html
http://hukum.kompasiana.com/2011/03/18/perseroan-terbatas/

Jumat, 27 April 2012

HUKUM PERJANJIAN


HUKUM PERJANJIAN
SYARAT-SYARAT UNTUK SAHNYA PERJANJIAN
Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:
1.    Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.    Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.    Suatu hal tertentu
4.    Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian. Dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannyaa sendiri atau obyeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan
Dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
1.    Orang-orang yang belum dewasa
2.    Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan
3.    Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu
Diperbedakan antara syarat subyektif dan syarat obyektif. Dalam halnya suatu syarat obyektif, maka kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu adalah “batal demi hukum”. Artinya : dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Dengan demikian maka tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian “null and void”.
Syarat subyektif maka jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetap salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar perjanjiannya itu digagalkan. Dengan demikian nasib suatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan “voidable” (bahasa Inggris) atau “vernietigbaal” (bahasa Belanda). Yang dapat meminta pembatalan adalah seorang anak yang belum dewasa, anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/wali.
PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN
Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan sepakat harus diberikan secara bebas. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perjanjian tersebut tidak bebas, yaitu paksaan, kekhilafan dan penipuan. Pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa (psikis), jadi bukan paksaan badan atau phisik. Misalnya salah satu pihak karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian.
Kekhilafan atau kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjnajian itu.
Pernipuan terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan akal-akalan yang cerdik (tipu-muslihat) untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinannya.
SAAT DAN LAHIRNYA PERJANJIAN
Menurut azas konsesualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu penyesuaian paham dan kehendak antara dua puhak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi cara bertimbal balik. Kedua belah pihak itu bertemu satu sama lain.
PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga macam yaitu:
1.    Perjanjian untuk memberikan atau memnyerahkan suatu barang
2.    Perjanjian utnuk berbuat sesuatu
3.    Perjanjian utnuk tidak berbuat sesuatu
Hal yang dilaksanakan itu dinamakan “prestasi”.
Perjanjian dari macam pertama adalah misalnya: jual-beli, tukar-menukar, menghibahkan atau pemberian, sewa-menyewa, pinjam-pakai. Perjanjia dari macam kedua : perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat garansi, dan lainnya. Perjanjian dari macam ketiga adalah misalnya: perjanjian untuk tidak melakukan pembangunan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan orang lain dan sebagainya.
Maka dari itu juga apa yang dijanjikan itu dinamakan “prestasi primair”, sedangkan ganti-rugi dianmakan “prestasi subsidair”. Barang yang subsidair adalah barang yang menjadi ganti rugi suatu barang lain yang lebih berharga.
Pasal-pasal 1240 dan 1241 tergolong dalam macam kedua dan macam ketiga, yaitu perjanjian-perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan) dan perjanjian-perjanjian untuk tidak melakukan sesuatu (tidak melakukan sesuatu perbuatan).
Mengenai perjanjian dari macam yang pertama yaitu perjanjian untuk memberikan (menyerahkan) suatu barang, tidak terdapat suatu petunjuk dalam undang-undang.
Mengenai barang yang tak tertentu (artinya barang yang sudah disetujui atau dipilih), dapat dikatakan bahwa para ahli hukum yurisprudensi adalah sependapat bawha eksekusi riil itu dapat dilakukan, misalnya jual-beli. Suatu barang bergerak yang tertentu, jika mengenai barang yang tak tertentu maka eksekusi riil tidak mungkin dilakukan.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut atau juga dengan kata lain : apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dengan demikian maka setiap perjanjian diperlengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat dalam undang-undang, yang terdapat pula dalam adat kebiasaan (di suatu tempat dan di suatu kalangan terntentu), sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan (norma-norma kepatutan) harus diindahkan.
Lain halnya adalah dengan apa yang lazim dinamakan “standard-clausula”. Ini adalah yang oleh pasal 1347 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimaksudkan dengan “hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan itu dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian. Meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Oleh karena dianggap sebagai diperjanjikan atau sebagai bagian dari perjanjian sendiri, maka “hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap”.
Sebagai kesimpulan dari apa yang dibicarakan diatas dapat ditetapkan bahwa ada tiga sumber norma-norma yang ikut mengisi suatu perjanjian yaitu: undang-undang, kebiasaan dan kepatutan.
Pedoman-pedoman lain yang penting dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah:
a.    Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai penafsiran, maka harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu dari pada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf
b.    Jika suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilihnya pengertian yang sedemikian yang menungkinkan janji itu dilaksanakan dari pada memberikan pengertian yang tidak memungkinkan suatu pelaksanaan
c.    Jika kata-kata dapat diberikan du cara pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian
d.    Apa yang meragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan di negeri atau di tempat dimana perjanjian itu telah diadakan
e.    Semua janji harus diartikan dalam hubungan satu sama lain, tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya
f.      Jika ada keragu-raguan, maka suatu perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikannya sesuatu hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.

Selasa, 17 April 2012

HUKUM PERIKATAN


HUKUM PERIKATAN
Perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian. Perikatan adalah suatu hubungan hukum ( mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang member hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau debitur. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestai, yang menurut undang-undang dapat berupa:
-       Menyerahkan suatu barang
-       Melakukan suatu perbuatan
-       Tidak melakukan suatu perbuatan
Suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (perjanjian) atau dari undang-undang. Perikatan yang lahir dari undag-undang dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang.
Apabila seorang berhutang tidak memenuhi kewajibannya, menurut bahasa hukum ia melakukan “wanprestasi” yang menyebabkan ia dapat digugat di depan hakim. Pelaksanaan yang dilakukan sendiri oleh seorang ber[iutang dengan tidak melewati hakim, dinamakan “parate executie”. Orang berhutang dengan memberikan tanggungan gadai sejak semula telah memberikan izin kalau ia lalai, barang tanggungan boleh dijual oleh si berpiutang untuk pelunasan hutang dengan hasil penjualan.
Cara melaksanakan suatu putusan, yang oleh hakim dikuasakan pada orang berpiutang untuk mewujudkan sendiri apa yang menjadi haknya, dinamakan “reele executie”. Dalam B.W sendiri cara pelaksanaan ini dibolehkan dalam hal-hal berikut:
-       Dalam hal perjanjian yang bertujuan bahwa suatu pihak tidak akan melakukan suatu perbuatan
-       Dalam hal perjanjian untuk membuat suatu barang (yang juga dapat dibuat oleh orang lain)
Natuurlijke verbintenis ialah suatu perikatan yang berada di tengah-tengah antara perikatan moral atau perikatan hukum, atau boleh juga dikatakan, suatu perikatan hukum yang tidak sempurna. Suatu perikatan hukum yang sempurna selalu dapat ditagih dan dituntut pelaksanaannya di depan hakim. Tidak sedemikian halnya dengan suatu natuurlijke verbintenis, suatu hutang dianggap ada, tetapi hak untuk menuntut pembayaran tidak ada.
Pendapat umum bahwa :
1.    Hutang-hutang yang terjadi karena perjudian, oleh pasal 1788 tidak diizinkan untuk menuntut pembayaran.
2.    Pembayaran bunga dalam hal pinjaman uang yang tidak semata-mata diperjanjikan, jika si berhutang membayar bunga yang tidak diperjanjikan itu, ia tidak dapat memintanya kembali, kecuali jika apa yang telah dibayarnya itu melampaui bunga menurut undang-undang.
3.    Sisa hutang seorang pailit, setelah dilakukan pembayaran menurut perdamaian (accord).
Beberapa macam perikatan antara lain:
a.    PERIKATAN BERSYARAT (VOORWAARDELIJK)
b. PERIKATAN YANG DIGANTUNGKAN PADA SUATU KETETAPAN WAKTU (TIJDSBEPALING)
c.    PERIKATAN YANG MEBOLEHKAN MEMILIH (ALTERNATIEF)
d.    PERIKATAN TANGGUNG-MENANGGUNG (HOOFDELIJK ATAU SOLIDAIR)
e.    PERIKATAN YANG DAPAT DIBAGI DAN YANG TIDAK DAPAT DIBAGI
f.      PERIKATAN DENGAN PENETAPAN HUKUMAN ( STARFBEDING)
WANPRESTASI
Wanprestasi adalah apabila si berhutang tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya. Itu merupakan lalai atau alpa atau bercidra-janji. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi yang buruk. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam:
a.    Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b.    Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c.    Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
d.    Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Bagi debitur yang lalai akan mendapat sanksi. Ada empat macam sanksi:
a.    Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi
b.    Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian
c.    Peralihan resiko
d.    Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka hakim
Bagaimana cara memperingatkan seorang debitur agar tidak lalai, maka diberikan petunjuk oleh pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi: “si berhutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri ialah jika kita menetapkan bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Yang dimaksudkan dengan surat perintah itu adalah peringatan resmi oleh seorang juru sita pengadilan. Perkataan “akte sejenis itu” merupakan suatu peringatan tertulis, dan sekarang sudah lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atau teguran secara lisan, asal cukup tegas.
Ganti rugi sering terperinci dalam tiga unsure yaitu biaya, rugi dan bunga (dalam bahasa Belanda kosten, schaden en interessen). Yang dimaksud dengan biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan karena kelalaian debitur. Dan bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan (dalam bahasa Belanda “winstderving”), yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
Sebagai kesimpulan dapat ditetapkan bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan sebagai berikut:
a.    Pemenuhan perjanjian
b.    Pemenuhan perjanjian disertai ganti-rugi
c.    Ganti-rugi saja
d.    Pembatalan perjanjian
e.    Pembatalan disertai ganti-rugi
Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan, yaitu:
a.    Pembayaran
b.    Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
c.    Pembaharuan hutang
d.    Perjumpaan hutang atau kompensasi
e.    Pencampuran hutang
f.      Pembebasan hutang
g.    Musnahnya barang yang terhutang
h.    Kebataln/pembatalan
i.      Berlakunya sutau syarat batal
j.      Lewatnya waktu