Jumat, 30 Desember 2011

ANGIN


ANGIN
Angin jagalah kekasih hatiku
Buat dia merasa tenang walau aku jauh
               Angin bisikan ditelinganya dengan bahasamu
               Bahwa aku sangat menyayanginya untuk selamanya
Apabila kamu sendirian ingatlah bintang yang selalu menerangi
Dan apabila awan menutupi bintangmu
Maka penjamkanlah matamu
Dan ingatlah kepada orang yang saya kepadamu ...

MERINDU


MERINDU
Ku melamun angankan dirimu
Ku ingin kau hadir disini
Senandungku lagu rindu
Menghapus galau di hati
               Ku tahu kau rinduku
               Juga seperti apa yang kurasakan
               Sang baya bawa diriku
               Ungkapkan isi hatiku padanya
Walaupun jarak memisahkan kita
Kau selalu dekat di hatiku
Simpanlah rasa rindumu hanya untukku
Usah kau ragukan hatiku
Kan kuberikan utuh padamu
Disetiap sisi hati yang ada hanya namamu
Pejamkan matamu
Bawalah serta hatiku terhanyut dalam mimpi
Satukan rindu kita berdua

KASUS KASUS KOPERASI


KASUS-KASUS KOPERASI

Kasus Koperasi SS

Pengurus Harus Bertanggung Jawab
Senin, 19 Desember 2005

SEMARANG- Pengurus Koperasi Sembilan Sejati (SS) tidak dapat begitu saja melepaskan diri dari tanggung jawab atas kerugian koperasi tersebut. Indardi SH dari Divisi Investigasi Semarang Coruption Watch (SCW) menduga, laporan oleh sesama pengurus itu sebagai upaya pelepasan tanggung jawab berkaitan dengan tuntutan deposan/masyarakat atas simpanannya.
Di kantornya, Indardi tidak dapat menyembunyikan keheranannya mengapa hanya Hendrawan (Ketua I Koperasi SS) yang dijadikan tersangka. Menurut dia, sebagian pengurus pun diduga juga pernah mengucurkan pinjaman tanpa prosedur senilai miliaran rupiah. ''Rekening para pengurus yang digunakan untuk transaksi koperasi itu pun semestinya juga disita,'' tandas dia.
Menurutnya, korban yakni para deposan harus dijadikan saksi. Mengingat koperasi tersebut diduga telah menerbitkan surat simpanan berjangka dengan total nilai hampir Rp 100 miliar, maka hal tersebut merupakan tindak pidana perbankan melanggar Pasal 46 jo 16 UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1992.
Seperti diberitakan, Hendrawan diduga memberikan pinjaman kepada seorang pengusaha bernama Wijaya di luar prosedur. Akibat perbuatan tersebut, koperasi yang memiliki kantor di Semarang, Juwana, dan Solo itu rugi Rp 55 miliar. Baik Hendrawan maupun Wijaya yang dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan saat ini berstatus sebagai tanahan Polda Jateng. Sejak berdiri 3 tahun silam, koperasi tersebut diduga berhasil menghimpun dana masyarakat Rp 200 miliar.
Indardi menekankan pentingnya menghadirkan saksi ahli dari Bank Indonesia dan dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah atas kegiatan Koperasi Sembilan Sejati.
Hal senada juga diungkapkan praktisi hukum, A Dani Sriyanto SH. Dani yang juga menerima laporan dari para deposan mengkhawatirkan, jika penanganan kasus tersebut tidak dikembangkan, nasabah tak dapat mengajukan tuntutan pada pengurus koperasi berkaitan dengan pengembalian dana.
Jika penyidikan dikembangkan dari delik penggelapan menjadi delik perbankan, sambung Dani, maka para pendiri dan pengurus koperasi itu dapat dimintai pertanggungjawaban. Dani menduga pendirian Koperasi SS telah menyimpang dari tujuan dan semangat atas keberadaan sebuah koperasi. (H11-29t) 

KASUS KOPERASI BNS : Manajer Tidak Tahu soal Peredaran Uang
Selasa, 6 Desember 2011

KOTAAGUNG (Lampost): Manajer Koperasi Bina Nelayan Sejahtera (BNS) Supendi mengaku tidak tahu-menahu soal peredaran uang yang ada di koperasi nelayan tersebut.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi B DPRD Tanggamus, kemarin (5-12), Supendi mengatakan sejak menduduki jabatan tersebut dia tidak pernah diberitahu posisi keuangan koperasi oleh pengurus inti.
"Samsi (ketua) dan Hodriyah, anaknya selaku bendahara di koperasi tersebut, tidak pernah memberitahukan posisi keuangan kepada saya,” ujarnya.
Mendapat penjelasan tersebut, Nasrulloh, anggota Komisi B DPRD Tanggamus, berjanji akan menyelesaikan kasus ini secara tuntas.
"Saya mewakili rekan-rekan di Komisi B berjanji akan menuntaskan masalah tersebut, karena ini menyangkut nasib para nelayan warga kabupaten ini. Kasihan mereka mau tidak mau harus menjual ikannya dengan sangat murah karena tidak bisa bertahan lama, sementara untuk membeli es harganya mahal," kata Nasrulloh.
Ia juga mengatakan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Tanggamus dengan persoalan ini harus bersifat proaktif. "Jangan beralasan tidak bisa bertindak jauh karena cuma sebatas pembina. Ini sudah mendesak dan harus cepat diselesaikan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, akibat salah urus, anggota Koperasi BNS menjerit karena harus membeli es balok dengan harga sangat tinggi dari provinsi dan kabupaten lain. "Kami membeli es balok Rp28 ribu dari biasanya yang hanya Rp18 ribu,” kata beberapa anggota koperasi, beberapa waktu lalu. (*/D-1)

Polisi Blokir Duit Koperasi Rp 300 Miliar

Senin, 23 Februari 2009

Kepolisian mensinyalir Koperasi tersebut melakukan bisnis penggandaan uang. Kepolisian telah memblokir dana nasabah Koperasi Karangasem Membangun senilai Rp 300 miliar di Bali.  "Mabes Polri telah memblokir beberapa rekening di Bali," ujar Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji di Jakarta, Senin, 23 Februari 2009.  

Menurut dia, kepolisian mensinyalir Koperasi tersebut melakukan bisnis penggandaan uang mirip multilevel marketing dengan sistem piramida.

Modusnya, nasabah menyimpan duit di Karangasem Membangun yang berlokasi di Jl A. Yani 459, Amlapura, Karangasem. Jumlah nasabah diperkirakan mencapai ribuan orang.

"Mereka mendapatkan hadiah berupa mobil, sepeda motor, TV dan lainnya."

Dengan pemblokiran dana tersebut, menurut Susno, jika duit nasabah yang sudah masuk Rp 1 triliun, maka sepertiga dana sudah bisa diamankan dan dikembalikan. "Sejauh ini, kepolisian telah menahan dua tersangka dari pengurus koperasi." 

Kasus Koperasi Segera Dilimpahkan

Jumat, 22 Juli 2011
BANDARLAMPUNG–Kejaksaan Negeri Bandarlampung akan segera melimpahkan tiga pengurus Koperasi Al-Ikhlas Depag Bandarlampung ke Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang awal pekan depan. Hingga kini ketiga tersangka masih ditahan.
Ketiga pengurus yang saat ini dititipkan penyidik di Rumah Tahanan Kelas I Bandarlampung terdiri dari Maulana Ketua Koperasi, Duli Fitrianah Bendahara Koperasi dan Rohaya Sekretaris Koperasi.
Ketiganya diduga telah melakukan penipuan dan penggelapan dengan modus mengajukan kredit pinjaman dana di Bank CIMB Tanjungkarang lebih dari Rp10 miliar tahun 2009-2010 dengan mencatut nama anggota Koperasi Al-Ikhlas.
    ”Mudah-mudahan pekan depan perkara ini sudah dapat dilimpahkan ke pengadilan. Paling lambat sebelum masa penahanan ketiganya berakhir di akhir bulan ini,”jelas Kajari Bandarlampung Priyanto, ditemui usai menghadiri peringatan HUT Adhyaksa ke-51, di Kejati Lampung, kemarin (22/7).
       Sebelumnya, Ketua Koperasi Al-Ikhlas Maulana Marsad membantah telah terlibat dalam persekongkolan yang dilakukan oleh Duli dan Rohaya.
    ”Saya hanya menandatangani pada pengajuan pertama, itu pun dilakukan sesuai prosedur. Sedangkan untuk peminjaman kedua dan selanjutnya mereka berdualah (Duli dan Rohaya) yang melakukannya. Tandatangan saya juga dipalsukan oleh mereka, karena saya tidak merasa menandatangani,” kata Maulana.
    Bahkan, ia menyebutkan dengan tegas bahwa ada Aliran dana segar mengucur ke nomor rekening pribadi Rohaya di BNI Tanjungkarang senilai Rp1,2 miliar dan ke nomor rekening pribadi Duli yang berada di Bank Mandiri senilai Rp1 miliar. Tak hanya itu, Ia juga menyebut seseorang bernama Mathews (pegawai Bank CIMB) juga menerima uang senilai Rp1,6 miliar. Sayang, Mathews telah meninggal dunia.
    Di sisi lain, ia mengungkapkan bahwa pada saat ini Koperasi Al-Ikhlas masih menunggak sekitar Rp11 miliar di Bank CIMB Tanjungkarang. ”Sejak tahun 2005 bekerjasama, koperasi sudah melakukan pembayaran sekitar Rp14 miliar, dan sisanya yang belum terbayar hampir Rp11 miliar,” sebut pria yang masih mengenakan seragam Dinas PNS Depag itu.
    Terkait hal ini, jaksa menjerat para tersangka dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 tentang Penggelapan.
Minggu, 15 Agustus 2010
 

Kasus Koperasi Terkesan Dipaksakan

Minggu, 15 Agustus 2010
BALIKPAPAN-Kasus korupsi dana koperasi sebesar Rp 1,35 miliar yang menyeret nama Sekprov Kaltim Irianto Lambrie dan mantan Kadisperindagkop Balikpapan (sekarang Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu/BPMP2T Balikpapan) Asranuddinsyah, memunculkan kecurigaan beberapa pihak. Diantaranya Ketua Gerakan Putra-Putri Kalimantan (Geppak) H Suwandi SH MSi.
Dirinya mempertanyakan alasan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim yang menetapkan kedua pejabat tadi sebagai tersangka. “Padahal peran mereka hanya sebatas memberi rekomendasi agar proses pencairan dana koperasi bisa lancar. Tapi kenapa malah dijadikan tersangka. Ada apa ini,” terang Suwandi.
Seharusnya, kata Suwandi, pihak kejaksaan fokus mencari tersangka utama kasus ini, yakni Ketua Koperasi Hidup Baru Dwi Setio alias Theo yang melarikan diri membawa dana koperasi dan hingga kini belum ditemukan. “Bayangkan, sudah 4 tahun hilang, tapi belum tertangkap. Andai kejaksaan serius mencari, pasti tertangkap.
Teroris saja bisa terlacak, masa cuma seorang Theo sepertinya susah sekali,” sambung politisi Golkar yang sebentar lagi masuk gedung DPRD Kaltim lewat proses Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan Mardikansyah yang terpilih sebagai Wakil Bupati Paser. Ia juga menyesalkan langkah Kejaksaan Negeri Balikpapan yang tidak langsung menahan Theo setelah menjalani pemeriksaan.
Akibatnya, Theo punya peluang untuk melarikan diri. “Hal-hal inilah yang jadi pertanyaan saya dan teman-teman. Kami menilai kasus ini terkesan dipaksakan. Jadi dalam waktu dekat kami akan menghadap Kajati untuk meminta penjelasan,” kata Suwandi.

REFERENSI :

KOPERASI


Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Ø Sejarah Koperasi
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Ø Prinsip-Prinsip Koperasi
Prinsip koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama. Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah
·                  Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela
·                  Pengelolaan yang demokratis,
·                  Partisipasi anggota dalam ekonomi,
·                  Kebebasan dan otonomi,
·                  Pengembangan pendidikan, pelatihan, dan informasi.
Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah:
·                  Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
·                  Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
·                  Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
·                  Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
·                  Kemandirian
·                  Pendidikan perkoperasian
·                  Kerjasama antar koperasi
Ø Tujuan dan Fungsi Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.
Ø SHU (Sisa Hasil Usaha)
Berikut ini diuraikan secara kompleks arti dari sisa hasil usaha dalam koperasi atau yang lebih dikenal dengan (SHU) koperasi. SHU Koperasi adalah sebagai selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue ) atau biasa dilambangkan (TR) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost) dengan lambang (TC) dalam satu tahun waktu. Lebih lanjut pembahasan mengenai pengertian koperasi bila ditinjau menurut UU No.25/1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
• SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
• SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
• Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
• Penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi.
• Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.
• Semakin besar transaksi(usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima.
Dalam proses penghitungannya, nilai SHU anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1. SHU total kopersi pada satu tahun buku
2. bagian (persentase) SHU anggota
3. total simpanan seluruh anggota
4. total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang     bersumber dari anggota
5. jumlah simpanan per anggota
6. omset atau volume usaha per anggota
7. bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
8. bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.
Rumus Pembagian SHU
MenurutUU No. 25/1992 pasal 5 ayat 1
• Mengatakan bahwa“pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
• Didalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, danasosial 5%, danapembangunanlingkungan 5%.
• Tidak semua komponen diatas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
Perumusan :
SHU = JUA + JMA, dimana
SHU = Va/Vuk . JUA + Sa/Tms . JMA
Dengan keterangan sebagai berikut :
SHU : sisa hasil usaha
JUA : jasa usaha anggota
JMA : jasa modal sendiri
Tms : total modal sendiri
Va : volume anggota
Vak : volume usaha total kepuasan
Sa : jumlah simpanan anggota

Referensi

Rabu, 08 Juni 2011

PEMBANGUNAN DAERAH


PEMBANGUNAN DAERAH
Evaluasi Proyek Rekening Pembangunan Daerah di Republik Indonesia
Selesai: 2007

ADB yang diberikan Pemerintah Indonesia pinjaman sebesar $ 50 juta Desember 1996 untuk mendukung prioritas Pemerintah penguatan rekening pembangunan daerah yang permintaan meningkat secara signifikan pada pertengahan tahun 1990. Di tengah mounting backlog aplikasi pinjaman untuk RDA, Proyek dirancang khusus untuk

    * Meningkatkan ketersediaan kredit jangka panjang kepada pemerintah daerah dan perusahaan,
    * Mendukung RDA sebagai fasilitas kota bergulir, dan
    * Mempromosikan otonomi keuangan dan kelembagaan pemerintah daerah. Evaluasi ini memperhitungkan dua output utama:
          o sub-proyek infrastruktur Perkotaan
          o Pelaksanaan investasi fisik, dan pembangunan kapasitas

Ringkasan Temuan


    * Proyek dinilai 'sebagian relevan'. Meskipun konsistensi yang ditunjukkan oleh hasil yang ditargetkan dengan prioritas pembangunan Pemerintah dan strategi negara ADB, penilaian yang lemah karena gagal mengatasi isu-isu kelembagaan memadai RDA bahwa konsultan bantuan teknis persiapan proyek sudah disorot. Waktu persetujuan itu dipertanyakan. Ada analisis yang tidak memadai dan kurangnya upaya mitigasi risiko-risiko dalam potensi keterlambatan penerbitan peraturan baru tersebut direncanakan RDA. ADB juga tidak tepat menanggapi faktor eksternal, yaitu krisis keuangan tahun 1997-1998 yang mengubah kebutuhan negara dan profil risiko dari Proyek.


    * Proyek dinilai 'tidak efektif'. Jelas, yaitu: (i) yang signifikan underutilization dari pinjaman dan kinerja yang kurang dari sembilan sub-proyek, (ii) yang kurang memuaskan RDA pencairan dan kinerja yang kurang dari proyek yang didanai, dan kontribusi minimal (iii) RDAP dan RDA untuk promosi keuangan dan kelembagaan otonomi pemerintah daerah. Sebagian besar target Proyek tidak tercapai.


    * Proyek dinilai tidak efisien karena dengan kontribusi diabaikan dari (i) tiga sub-proyek (dikunjungi oleh misi evaluasi operasi) untuk peningkatan efisiensi alokasi ekonomi, dan (ii) RDA untuk peningkatan efisiensi alokatif dan proses investasi infrastruktur perkotaan.


    * Keberlanjutan dinilai sebagai 'tidak berkelanjutan' dengan alasan sebagai berikut: (i) Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman mengklasifikasikan 3 dari 9 subloans bawah Proyek sebagai buruk atau dipertanyakan, (ii) permintaan untuk 3 sub-proyek dikunjungi oleh OEM tidak jelas, (iii) operasi dan pemeliharaan tidak memadai untuk 3 sub-proyek, (iv) RDA hanya membuat beberapa persetujuan dan restrukturisasi kredit bermasalah RDA telah lambat, dan (v) dukungan politik untuk RDA telah melemah.

Pelajaran Diidentifikasi

    * ADB perlu mempertimbangkan secara serius hasil proyek persiapan, dan lebih fokus pada pencapaian hasil pembangunan daripada mendapatkan proyek tersebut disetujui. Dalam kasus proyek ini, bantuan teknis persiapan proyek menyoroti kurangnya mekanisme penegakan hukum untuk pemulihan pinjaman RDA, staf yang tidak memadai untuk operasi RDA, dan efisiensi operasional.


    * Pengalaman Proyek lagi menunjukkan kebutuhan untuk analisis risiko dan langkah-langkah mitigasi risiko dalam rancangan proyek.


    * Proyek berkinerja lebih baik perlu ditangani dalam ADB.
Proyek-tugas yang terkait * harus diintegrasikan secara efektif ke dalam operasi inti dari lembaga pelaksana mekanisme Onlending * memerlukan perhatian ekstra ADB terhadap justifikasi ekonomi dan kelangsungan keuangan sub-proyek.