Jumat, 30 Desember 2011

KASUS KASUS KOPERASI


KASUS-KASUS KOPERASI

Kasus Koperasi SS

Pengurus Harus Bertanggung Jawab
Senin, 19 Desember 2005

SEMARANG- Pengurus Koperasi Sembilan Sejati (SS) tidak dapat begitu saja melepaskan diri dari tanggung jawab atas kerugian koperasi tersebut. Indardi SH dari Divisi Investigasi Semarang Coruption Watch (SCW) menduga, laporan oleh sesama pengurus itu sebagai upaya pelepasan tanggung jawab berkaitan dengan tuntutan deposan/masyarakat atas simpanannya.
Di kantornya, Indardi tidak dapat menyembunyikan keheranannya mengapa hanya Hendrawan (Ketua I Koperasi SS) yang dijadikan tersangka. Menurut dia, sebagian pengurus pun diduga juga pernah mengucurkan pinjaman tanpa prosedur senilai miliaran rupiah. ''Rekening para pengurus yang digunakan untuk transaksi koperasi itu pun semestinya juga disita,'' tandas dia.
Menurutnya, korban yakni para deposan harus dijadikan saksi. Mengingat koperasi tersebut diduga telah menerbitkan surat simpanan berjangka dengan total nilai hampir Rp 100 miliar, maka hal tersebut merupakan tindak pidana perbankan melanggar Pasal 46 jo 16 UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1992.
Seperti diberitakan, Hendrawan diduga memberikan pinjaman kepada seorang pengusaha bernama Wijaya di luar prosedur. Akibat perbuatan tersebut, koperasi yang memiliki kantor di Semarang, Juwana, dan Solo itu rugi Rp 55 miliar. Baik Hendrawan maupun Wijaya yang dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan saat ini berstatus sebagai tanahan Polda Jateng. Sejak berdiri 3 tahun silam, koperasi tersebut diduga berhasil menghimpun dana masyarakat Rp 200 miliar.
Indardi menekankan pentingnya menghadirkan saksi ahli dari Bank Indonesia dan dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah atas kegiatan Koperasi Sembilan Sejati.
Hal senada juga diungkapkan praktisi hukum, A Dani Sriyanto SH. Dani yang juga menerima laporan dari para deposan mengkhawatirkan, jika penanganan kasus tersebut tidak dikembangkan, nasabah tak dapat mengajukan tuntutan pada pengurus koperasi berkaitan dengan pengembalian dana.
Jika penyidikan dikembangkan dari delik penggelapan menjadi delik perbankan, sambung Dani, maka para pendiri dan pengurus koperasi itu dapat dimintai pertanggungjawaban. Dani menduga pendirian Koperasi SS telah menyimpang dari tujuan dan semangat atas keberadaan sebuah koperasi. (H11-29t) 

KASUS KOPERASI BNS : Manajer Tidak Tahu soal Peredaran Uang
Selasa, 6 Desember 2011

KOTAAGUNG (Lampost): Manajer Koperasi Bina Nelayan Sejahtera (BNS) Supendi mengaku tidak tahu-menahu soal peredaran uang yang ada di koperasi nelayan tersebut.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi B DPRD Tanggamus, kemarin (5-12), Supendi mengatakan sejak menduduki jabatan tersebut dia tidak pernah diberitahu posisi keuangan koperasi oleh pengurus inti.
"Samsi (ketua) dan Hodriyah, anaknya selaku bendahara di koperasi tersebut, tidak pernah memberitahukan posisi keuangan kepada saya,” ujarnya.
Mendapat penjelasan tersebut, Nasrulloh, anggota Komisi B DPRD Tanggamus, berjanji akan menyelesaikan kasus ini secara tuntas.
"Saya mewakili rekan-rekan di Komisi B berjanji akan menuntaskan masalah tersebut, karena ini menyangkut nasib para nelayan warga kabupaten ini. Kasihan mereka mau tidak mau harus menjual ikannya dengan sangat murah karena tidak bisa bertahan lama, sementara untuk membeli es harganya mahal," kata Nasrulloh.
Ia juga mengatakan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Tanggamus dengan persoalan ini harus bersifat proaktif. "Jangan beralasan tidak bisa bertindak jauh karena cuma sebatas pembina. Ini sudah mendesak dan harus cepat diselesaikan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, akibat salah urus, anggota Koperasi BNS menjerit karena harus membeli es balok dengan harga sangat tinggi dari provinsi dan kabupaten lain. "Kami membeli es balok Rp28 ribu dari biasanya yang hanya Rp18 ribu,” kata beberapa anggota koperasi, beberapa waktu lalu. (*/D-1)

Polisi Blokir Duit Koperasi Rp 300 Miliar

Senin, 23 Februari 2009

Kepolisian mensinyalir Koperasi tersebut melakukan bisnis penggandaan uang. Kepolisian telah memblokir dana nasabah Koperasi Karangasem Membangun senilai Rp 300 miliar di Bali.  "Mabes Polri telah memblokir beberapa rekening di Bali," ujar Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji di Jakarta, Senin, 23 Februari 2009.  

Menurut dia, kepolisian mensinyalir Koperasi tersebut melakukan bisnis penggandaan uang mirip multilevel marketing dengan sistem piramida.

Modusnya, nasabah menyimpan duit di Karangasem Membangun yang berlokasi di Jl A. Yani 459, Amlapura, Karangasem. Jumlah nasabah diperkirakan mencapai ribuan orang.

"Mereka mendapatkan hadiah berupa mobil, sepeda motor, TV dan lainnya."

Dengan pemblokiran dana tersebut, menurut Susno, jika duit nasabah yang sudah masuk Rp 1 triliun, maka sepertiga dana sudah bisa diamankan dan dikembalikan. "Sejauh ini, kepolisian telah menahan dua tersangka dari pengurus koperasi." 

Kasus Koperasi Segera Dilimpahkan

Jumat, 22 Juli 2011
BANDARLAMPUNG–Kejaksaan Negeri Bandarlampung akan segera melimpahkan tiga pengurus Koperasi Al-Ikhlas Depag Bandarlampung ke Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang awal pekan depan. Hingga kini ketiga tersangka masih ditahan.
Ketiga pengurus yang saat ini dititipkan penyidik di Rumah Tahanan Kelas I Bandarlampung terdiri dari Maulana Ketua Koperasi, Duli Fitrianah Bendahara Koperasi dan Rohaya Sekretaris Koperasi.
Ketiganya diduga telah melakukan penipuan dan penggelapan dengan modus mengajukan kredit pinjaman dana di Bank CIMB Tanjungkarang lebih dari Rp10 miliar tahun 2009-2010 dengan mencatut nama anggota Koperasi Al-Ikhlas.
    ”Mudah-mudahan pekan depan perkara ini sudah dapat dilimpahkan ke pengadilan. Paling lambat sebelum masa penahanan ketiganya berakhir di akhir bulan ini,”jelas Kajari Bandarlampung Priyanto, ditemui usai menghadiri peringatan HUT Adhyaksa ke-51, di Kejati Lampung, kemarin (22/7).
       Sebelumnya, Ketua Koperasi Al-Ikhlas Maulana Marsad membantah telah terlibat dalam persekongkolan yang dilakukan oleh Duli dan Rohaya.
    ”Saya hanya menandatangani pada pengajuan pertama, itu pun dilakukan sesuai prosedur. Sedangkan untuk peminjaman kedua dan selanjutnya mereka berdualah (Duli dan Rohaya) yang melakukannya. Tandatangan saya juga dipalsukan oleh mereka, karena saya tidak merasa menandatangani,” kata Maulana.
    Bahkan, ia menyebutkan dengan tegas bahwa ada Aliran dana segar mengucur ke nomor rekening pribadi Rohaya di BNI Tanjungkarang senilai Rp1,2 miliar dan ke nomor rekening pribadi Duli yang berada di Bank Mandiri senilai Rp1 miliar. Tak hanya itu, Ia juga menyebut seseorang bernama Mathews (pegawai Bank CIMB) juga menerima uang senilai Rp1,6 miliar. Sayang, Mathews telah meninggal dunia.
    Di sisi lain, ia mengungkapkan bahwa pada saat ini Koperasi Al-Ikhlas masih menunggak sekitar Rp11 miliar di Bank CIMB Tanjungkarang. ”Sejak tahun 2005 bekerjasama, koperasi sudah melakukan pembayaran sekitar Rp14 miliar, dan sisanya yang belum terbayar hampir Rp11 miliar,” sebut pria yang masih mengenakan seragam Dinas PNS Depag itu.
    Terkait hal ini, jaksa menjerat para tersangka dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 tentang Penggelapan.
Minggu, 15 Agustus 2010
 

Kasus Koperasi Terkesan Dipaksakan

Minggu, 15 Agustus 2010
BALIKPAPAN-Kasus korupsi dana koperasi sebesar Rp 1,35 miliar yang menyeret nama Sekprov Kaltim Irianto Lambrie dan mantan Kadisperindagkop Balikpapan (sekarang Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu/BPMP2T Balikpapan) Asranuddinsyah, memunculkan kecurigaan beberapa pihak. Diantaranya Ketua Gerakan Putra-Putri Kalimantan (Geppak) H Suwandi SH MSi.
Dirinya mempertanyakan alasan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim yang menetapkan kedua pejabat tadi sebagai tersangka. “Padahal peran mereka hanya sebatas memberi rekomendasi agar proses pencairan dana koperasi bisa lancar. Tapi kenapa malah dijadikan tersangka. Ada apa ini,” terang Suwandi.
Seharusnya, kata Suwandi, pihak kejaksaan fokus mencari tersangka utama kasus ini, yakni Ketua Koperasi Hidup Baru Dwi Setio alias Theo yang melarikan diri membawa dana koperasi dan hingga kini belum ditemukan. “Bayangkan, sudah 4 tahun hilang, tapi belum tertangkap. Andai kejaksaan serius mencari, pasti tertangkap.
Teroris saja bisa terlacak, masa cuma seorang Theo sepertinya susah sekali,” sambung politisi Golkar yang sebentar lagi masuk gedung DPRD Kaltim lewat proses Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan Mardikansyah yang terpilih sebagai Wakil Bupati Paser. Ia juga menyesalkan langkah Kejaksaan Negeri Balikpapan yang tidak langsung menahan Theo setelah menjalani pemeriksaan.
Akibatnya, Theo punya peluang untuk melarikan diri. “Hal-hal inilah yang jadi pertanyaan saya dan teman-teman. Kami menilai kasus ini terkesan dipaksakan. Jadi dalam waktu dekat kami akan menghadap Kajati untuk meminta penjelasan,” kata Suwandi.

REFERENSI :

Tidak ada komentar: